BANDA ACEH - Sejumlah
politisi Partai Aceh meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menggunakan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 atau UUPA sebagai acuan dalam
penanganan sengketa pilkada di Aceh. Bila tidak, mereka mengancam akan
mundur ramai-ramai dari jabatannya di pemerintahan, eksekutif maupun
legislatif.
Pernyataan para politisi PA ini disampaikan kepada
Serambi di Jakarta, usai menghadiri sidang pendahuluan sengketa
pemilihan kepala daerah (Pilkada) Aceh, di Gedung MK, Jakarta, Kamis
(16/3) .
Wali Kota Lhokseumawe terpilih, Suaidi Yahya, adalah
salah satu politisi PA yang menyatakan siap mengundurkan diri sebagai
calon terpilih apabila MK tidak menggunakan UUPA sebagai acuan dalam
penanganan sengketa Pilkada Aceh.
Saya ditetapkan sebagai
pasangan calon wali kota dan kemudian terpilih dalam pilkada lalu,
karena berlandaskan UUPA. Karena itu, kami ingin pilkada di Aceh
acuannya UUPA. Kalau MK tidak mengacu ke UUPA maka keberadaan kami jadi
tidak ada, makanya saya siap mundur saja, kata Suaidi Yahya usai
menghadiri sidang di MK, bersama Ketua DPRK Lhokseumawe M Yasir Umar dan
jajaran anggota Partai Aceh lainnya.
Ketua DPRK Lhokseumawe M
Yasir Umar juga bersikap serupa. Saya bersama anggota DPRK dari PA akan
memilih mundur saja dari DPRK, kalau tak dianggap lagi UUPA, tukas Yasir
serius.
Pernyataan siap mundur juga disampaikan Wakil Ketua
Komisi I DPR Aceh, Azhari Cage. Apabila MK tak gunakan UUPA, kami juga
berstatus ilegal, sebab kami masuk legislatif melalui partai berdasarkan
UUPA. Ini harus jadi perhatian. Saya dan semua anggota PA akan
ramai-ramai meninggalkan DPRA, tukas Azhari.
Ketua DPR Aceh Tgk
Muharuddin, kembali menegaskan pandangannya agar MK tidak
mengenyampingkan UUPA dalam penanganan sengketa Pilkada Aceh. Kalau
tidak pakai UUPA maka calon-calon lainnya harus gugur semua, sebab
mereka itu terdaftar sebagai pasangan calon landasannya UUPA dan
qanun pilkada, tukas Muharuddin.
No comments